1.
Pencabulan
Pencabulan dapat mencakup banyak hal yang berbeda, dari
menyentuh korban secara seksual, memaksa korban menyentuh pelaku secara
seksual, hingga memaksa korban melihat organ tubuh seksual atau kegiatan
seksual. Pencabulan pada anak-anak adalah tindakan kriminal.
2.
Pemerkosaan
Pada 2012, FBI mengeluarkan revisi definisi pemerkosaan,
yaitu “penetrasi, walau sedikit, terhadap vagina atau anus dengan organ tubuh
atau objek apa pun, atau penetrasi oral dengan organ seks seseorang, tanpa
persetujuan korban.” Revisi ini netral dalam gender, artinya korban bisa
mencakup siapa saja.
Kalau dibaca lebih lanjut, definisi FBI ini tidak seperti
bayangan sebagian besar orang terkait pemerkosaan – umumnya dilakukan oleh
orang asing dengan paksaan. Definisi FBI ini tidak menyebut apa pun terkait
hubungan korban dan pelaku. Persetujuan adalah kemampuan kita untuk membuat
keputusan apa yang terjadi pada tubuh kita.
Pelaku dapat memaksa melakukan seks penetratif pada korban
lewat berbagai cara. Pelaku bisa mengacuhkan penolakan verbal - misalnya dengan
berkata “tidak”, “hentikan”, “aku tidak mau” - atau mengatasi penolakan fisik
dengan menahan seseorang di bawah sehingga korban tidak bisa bergerak.
Seseorang dapat melakukan penetrasi seorang korban yang
tidak mampu memberikan persetujuan karena dia mabuk, tidak sadar, tidur, atau
memiliki keterbatasan mental atau fisik; atau dapat mengancam atau menggunakan
kekuatan fisik atau senjata terhadap korban.
Intinya, cara-cara ini mengacuhkan atau menghilangkan
kemampuan korban untuk membuat keputusan sendiri atas apa yang terjadi pada
tubuh mereka. Hukum di negara-negara bagian AS berbeda-beda terkait
menghilangkan kemampuan atau mengacuhkan penolakan.
Pelaku tidak dapat membela diri terhadap tuduhan pemerkosaan
dengan mengklaim bahwa mereka sedang mabuk atau bahwa mereka memiliki hubungan
perkawinan dengan korban.
3.
Serangan seksual
Istilah serangan seksual dapat digunakan untuk menggambarkan
beberapa tindakan kejahatan yang sifatnya seksual, mulai dari menyentuh dan
mencium, menggesek, meraba atau memaksa korban menyentuh pelaku secara seksual.
Namun serangan seksual beririsan dengan pemerkosaan karena istilah itu mencakup
pemerkosaan.
Peneliti bidang sosial dan perilaku sering menggunakan
istilah “kekerasan seksual”. Istilah ini jauh lebih luas daripada serangan
seksual. Kekerasan seksual mencakup tindakan yang secara hukum tidak termasuk
kriminal tapi membahayakan dan menimbulkan trauma.
Kekerasan seksual mencakup penggunaan janji palsu, tekanan
terus-menerus, kata-kata yang melukai, maupun ancaman terhadap reputasi
seseorang untuk memaksa adanya tindakan seksual. Kekerasan seksual mencakup
penyebaran gambar-gambar tidak senonoh secara elektronis tanpa persetujuan,
mempertunjukkan alat kelamin atau secara sembunyi-sembunyi melihat orang lain
sedang telanjang atau melakukan hubungan seks.
Kekerasan seksual mencakup penggunaan janji palsu, tekanan
terus-menerus, kata-kata yang melukai, maupun ancaman terhadap reputasi
seseorang untuk memaksa adanya tindakan seksual. Istilah ini juga mencakup
tindakan non-sentuhan seperti catcall dan siulan, yang dapat membuat perempuan
merasa diobjektifikasi dan dirugikan.
4.
Pelecehan seksual
Pelecehan seksual adalah istilah yang lebih luas dibanding
serangan seksual, istilah ini mencakup tiga kategori perilaku yang tidak
dibolehkan.
Pertama, pemaksaan seksual - secara legal disebut “pelecehan
quid pro quo” - yang mengacu pada upaya implisit atau eksplisit untuk membuat
suatu kondisi terkait pekerjaan bergantung pada perilaku seksual. Skenario
klasik “tidur dengan saya atau kamu dipecat” adalah contoh pemaksaan seksual.
Perilaku ini adalah bentuk yang paling umum dikenali sebagai pelecehan seksual,
akan tetapi juga yang paling jarang.
Bentuk pelecehan yang kedua, dan lebih sering terjadi,
adalah perhatian seksual yang tidak diinginkan: sentuhan, pelukan, elusan,
ciuman yang tidak diinginkan, tekanan terus-menerus untuk melakukan kencan atau
tindakan seksual. Patut dicatat bawah pendekatan romantis atau seksual dapat
bervariasi dalam lingkungan kerja, tidak semuanya adalah pelecehan.
Untuk bisa disebut pelecehan seksual yang melanggar hukum,
perilaku seksual tersebut harus tidak diinginkan dan tidak menyenangkan bagi
korban.
Namun, sebagian besar pelecehan seksual tidak melibatkan
perilaku seksual. Kategori ketiga dan yang paling sering terjadi adalah
pelecehan gender: tindakan yang merendahkan orang lain terkait gender, namun
tidak melibatkan ketertarikan seksual.
Ada lima bentuk pelecehan seksual yaitu:
·
Fisik,
kontak langsung tubuh, mencubit, mencium, menatap dengan nafsu;
·
Lisan,
komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi;
·
Isyarat,
bahasa tubuh yang bernada seksual;
·
Tulisan,
Gambar, pornografi, postek seksual atau pelecehan lewat email dan model
komunikasi elektronik;
·
Psikologis,
Emosional, ajakan terus menerus dan tidak diinginkan kencan yang tidak
diharapkan penghinaan, celaan.
Hukuman dari
Pencabulan :
Hukuman dari perbuatan tersebut diatur
dalam Pasal 81 dan Pasal 82 Perpu 1/2016 sebagai berikut:
Pasal 81 Perpu 1/2016:
1.
Setiap orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp5 miliar.
2.
Ketentuan pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang
dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk
Anak melakukan persetubuhan dengannyaatau dengan orang lain.
3.
Dalam hal tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali,
orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga
kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh
lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga)
dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
4.
Selain terhadap
pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari
ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.
5.
Dalam hal tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1
(satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu
atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku
dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
6.
Selain dikenai
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5),
pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
7.
Terhadap pelaku
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa
kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
8.
Tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok
dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
9.
Pidana tambahan dan
tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.
Pasal 82 Perpu 1/2016:
1.
Setiap orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp 5 miliar.
2.
Dalam hal tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali,
orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga
kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh
lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga)
dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3.
Selain terhadap
pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari
ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
4.
Dalam hal tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1
(satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular,
terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia,
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
5.
Selain dikenai
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat
dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
6.
Terhadap pelaku
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai
tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
7.
Tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok
dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
8.
Pidana tambahan
dikecualikan bagi pelaku Anak
Hukuman dari
Pemerkosaan
Hukum mengenai
pemerkosaan di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bab XIV
mengenai Kejahatan terhadap Kesusilaan.
1.
Pasal 285
Barang siapa
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh
dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
2.
Pasal 286
Barang siapa
bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa
wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
3.
Pasal 289
Barang siapa
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang
menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun.
4.
Pasal 290
Diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1.
barang siapa melakukan
perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan
atau tidak berdaya;
2.
barang siapa melakukan
perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya, bahwa umumya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak jelas,
yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin;
3.
barang siapa membujuk
seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum
lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas atau yang bersangkutan belum
waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.
5.
Pasal 291
1.
Jika salah satu
kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289, dan 290 mengakibatkan luka-luka
berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun;
2.
Jika salah satu
kejahatan berdasarkan pasal 285, 286, 287, 289 dan 290 mengakibatkan kematian
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
6.
Pasal 292
Orang dewasa
yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
7.
Pasal 293
(1)
Barang siapa dengan
memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan pembawa yang timbul
dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang
belum dewasa dan baik tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau
selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun.
(2)
Penuntutan hanya
dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu.
(3)
Tenggang waktu
tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-masing sembilan bulan
dan dua belas bulan.
8.
Pasal 294
(1)
Barang siapa melakukan
perbuatan cabul dengan anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak di bawah
pengawannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang
pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diannya yang belum dewasa, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2)
Diancam dengan pidana
yang sama:
a.
pejabat yang melakukan
perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan
orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya,
b.
pengurus, dokter,
guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara,
tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga
sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke
dalamnya.
9.
Pasal 295
(1) Diancam:
a.
dengan pidana penjara
paling lama lima tahun barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan
dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau
anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum
dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya,
ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang
lain;
b.
dengan pidana penjara
paling lama empat tahun barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau
memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1 di atas, yang
dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus
diduganya demikian, dengan orang lain.
(2) Jika yang
melakukan kejahatan itu sebagai pencarian atau kebiasaan, maka pidana dapat
ditambah sepertiga.
10. Pasal 297
Perdagangan
wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana
penjara paling lama enam tahun.
11. Pasal 298
(1) Dalam hal pemidanaan
berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 281, 284 - 290 dan 292 - 297,
pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 5 dapat dinyatakan.
(2) Jika yang bersalah
melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal 292-297 dalam melakukan
pencariannya, maka hak untuk melakukan pencarian itu dapat dicabut.
Hukuman
dari Serangan Seksual
Dalam pasal 289 KUHP
sanksinya adalah penjara paling lama sembilan tahun, sedangkan dalam
Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA) Pasal 82
menyatakan bahwa dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling
singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 dan paling sedikit
Rp. 60.000.000,00 terhadap tindak pidana
pelecehan seksual. Hukum Islam belum menjelaskan sanksi untuk memidanakan
pelaku pelecehan seksual, apakah ta’zir, had, seperti hukuman pada perbuatan
zina.
Pasal 289.
Barangsiapa dengan
kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang
menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 285 KUHP
yang berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia,
dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas
tahun.
Hukuman dari Pelecehan seksual secara verbal
Pasal 63 KUHP
(1) Jika suatu
perbuatan masuk dalam lebih dan satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya
salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang
memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu
perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan
pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
Pasal 281 KUHP
Diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka
melanggar kesusilaan;
2. barang siapa dengan sengaja dan di depan
orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar
kesusilaan.
Pasal 315 KUHP
Tiap-tiap
penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran
tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau
tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau
dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena
penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Hukuman Dari Pelecehan Seksual
Pasal 81 terdiri
dari 9 ayat
Ayat 1, isinya,
setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dalam pasal 76D dipidana
dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan
denda paling banyak Rp 5 miliar. Pasal 76D yang dimaksud, berdasarkan UU
35/2014 yang berbunyi, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Ayat 2, ketentuan
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku pula bagi setiap orang yang
dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk
anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Ayat 3, dalam hal
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh orang tua, wali,
orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga
kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh
lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah sepertiga dari
ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
Ayat 4, selain
terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat 3, penambahan sepertiga dari
ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 76D.
Ayat 5, dalam hal
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 76D, menimbulkan korban lebih
dari satu, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu
atau hilang fungsi reproduksi, dan atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana
mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 dan paling lama 20
tahun.
Ayat 6, selain
dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5,
pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
Ayat 7, terhadap
pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan ayat 5 dapat dikenai tindakan
berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Ayat 8, tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat 7 diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok
dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
Ayat 9, pidana
tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku anak.
SUMBER
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah
oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi
Undang-Undang.
Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, Bab XIV mengenai Kejahatan terhadap Kesusilaan.
Cook L. Sarah. (2020). Apa bedanya pencabulan, serangan
seksual, pelecehan seksualdan pemerkosaan.
Retrieved from https://theconversation.com/
:
Hasanah
Sovia. (2018). Proses Hukum Kejahatan Perkosaan,
Pencabulan, dan Perzinahan. Retrieved
from :
R. Soesilo. (1991). Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar- Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal.
0 Komentar