Ad Code

REFORMASI POLRI : Antara Tuntutan Publik dan Komitmen Internal terhadap Perubahan


Oleh: Mochammad Alief Yasa Pradana

Wacana pembenahan Institusi Kepolisian Republik Indonesia semakin mencuat usai aksi demonstrasi nasional di penghujung bulan Agustus 2025 lalu, tepatnya setelah insiden kematian Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang tewas dilindas mobil rantis milik Brimob. Mobil tersebut seharusnya digunakan untuk mengamankan aksi demonstrasi, namun justru disalahgunakan untuk menyerang warga. Pada awalnya, jauh sebelum insiden ‘terlindasnya’ Affan Kurniawan, mayoritas masyarakat Indonesia memang telah melakukan aksi demonstrasi, demonstrasi yang menolak kenaikan tunjangan anggota DPR, hal ini tentu menjadi pemantik awal dalam aksi demo yang terjadi di beberapa kota besar yang ada di Indonesia, termasuk di Jakarta.

Penulis sendiri pada awalnya berpendapat bahwa kemarahan mayoritas masyarakat Indonesia, baik itu kemarahan yang diungkapkan melalui aksi demonstrasi dan media sosial terkait kematian Affan Kurniawan akibat tindakan anggota Brimob dianggap sebagai pengalihan isu agar masyarakat tidak melulu mempersoalkan mengenai kenaikan tunjangan para anggota DPR ini, tetapi juga ke arah lembaga-lembaga pemerintahan yang lain. Namun, apabila kita tarik ulur beberapa tahun terakhir ini, dari beberapa kejadian dan berbagai macam peristiwa yang terjadi di Indonesia. Polri merupakan instansi negara yang memiliki reputasi buruk di mata masyarakat Indonesia. Survei dari Goodstats menunjukkan bahwa rasa kepercayaan masyarakat terhadap Polri hanya sebesar 34,4%, dimana 33% masyarakat percaya, 1,4% sangat percaya, 40,9% ragu-ragu, dan 24,7% tidak percaya. Hal ini tentu sebanding dengan peristiwa beberapa tahun terakhir ini yang disebabkan oleh perbuatan para polisi itu sendiri, seperti kasus polisi wanita yang membunuh suaminya, juga seorang polisi karena sang suami menggunakan seluruh gajinya untuk judi online, lalu kasus Inspektur Jenderal Teddy Minahasa yang terlibat dalam perdagangan Narkoba hasil dari barang bukti tindak Pidana Narkoba, kasus polisi tembak polisi, Irjen Ferdy Sambo terhadap anak buahnya, Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat, dan perilaku polisi terhadap pelayanannya kepada masyarakat, seperti kasus polisi di Bekasi yang menolak laporan dari masyarakat mengenai pencurian motor padahal si pelaku pencurian motor telah dibawa oleh sang pemilik motor ke kantor polisi tersebut beberapa bulan yang lalu dan berbagai kasus polisi lainnya di tanah air yang saking banyaknya tidak bisa penulis cantumkan dalam tulisan ini satu persatu.

Dengan berbagai tingkah laku para aparat yang katanya adalah ‘pengayom masyarakat’, sudah seharusnya Presiden Prabowo Subianto segera membentuk Tim Reformasi Polri, langkah ini bukan hanya semata-mata bergerak atas tuntutan publik semata, tetapi memang harus segera dilakukan apabila Polri masih memiliki rasa malu kepada masyarakat sebagai sebuah instansi yang katanya ‘pengayom masyarakat’. Penulis berpendapat bahwa Reformasi Polri harus dimulai dari bagaimana Kepolisian melakukan tahap perekrutan terhadap orang-orang yang akan mengisi lembaganya tersebut. Dimulai dari syarat minimal pendidikan seorang polisi biarpun dengan pangkat terendah sekalipun, waktu pendidikan kepolisian agar seseorang resmi menjadi seorang polisi hingga Tim perekrutan Polri yang harus berintegritas dalam merekrut orang-orang yang akan masuk dalam lembaga Kepolisian. Lalu, peran masyarakat disini juga sangat vital dikarenakan masyarakat lah yang akan menjadi garda terdepan dalam hal pengawasan kepada institusi Polri itu sendiri karena apabila masyarakatnya sendiri sudah berintegritas (sebagaimana para anak Jclub ea ea ea) pasti polisi-polisi yang ‘nackal’ tersebut segan dan takut apabila ingin melakukan tindakan-tindakan yang melanggar kode etik. Jangan seperti orang tua di Negeri Konoha yang rela menjual tanah, lahan, rumah, dan aset berharga lainnya hanya untuk membayar calo agar anaknya diterima sebagai polisi, entah apa yang ada di dalam pikiran para orang tua tersebut, mereka rela merusak kualitas sumber daya manusia di kepolisian demi menyelamatkan ego daripada menanggung rasa malu karena anaknya tidak ‘berseragam’.

Kesimpulan dan Harapan 

Kepolisian merupakan lembaga negara yang menjadi garda terdepan dalam menangani segala peristiwa yang terjadi dalam lingkup masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Ayat (4) UUD 1945, yang menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, maka dari itu sudah sewajarnya masyarakat umum meminta dan menuntut perubahan besar-besaran dalam tubuh kepolisian Republik Indonesia ke arah yang lebih baik lagi agar dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya dan menjaga marwah Kepolisian baik di tingkat nasional maupun internasional.


Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu