Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Kenaikan
Ambang Batas Parlemen” pada hari Rabu, 17 Februari 2021 dilakukan melalui
daring yang dimana pada FGD kali ini di moderatori oleh Abdurrachman Randy, S.H
selaku Dewan Penasihat dari Justitia Club. Tema ini diangkat karena akhir-akhir
ini Kenaikan Ambang Batas Parlemen cukup menarik perhatian publik dan juga
partai politik, sehingga ada yang mendukung dan tidak sedikit pula yang menolak
adanya tindakan tersebut. Oleh karena itu Justitia club melalui divisi Pendalaman
dan Pengembangan Ilmu Hukum (PPIH) mengadakan FGD ini dengan tujuan mengetahui
pendapat baik yang pro atau pun kontra terhadap isu yang telah diangkat dan
dilakukan dengan cara diskusi secara terarah. Sebelum dilakukan FGD tentunya
para peserta telah terlebih dahulu membaca dan menganalisis isu terkait yang
dimana disini divisi Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) juga membantu
memberikan literatur bacaan bagi para peserta.
Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) adalah
ambang batas perolehan suara minimal partai politik dalam pemilihan umum untuk
diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Ketentuan ini pertama kali diterapkan pada Pemilu
2009. Threshold merupakan persyaratan minimal dukungan yang harus diperoleh
partai politik untuk mendapatkan perwakilan yang biasanya dilihat dari presentase
perolehan suara di pemilu
Menurut pandangan tim pro terkait Parliamentary
Threshold ini dapat menyaring partai tertentu yang bisa masuk sehingga nantinya
diskusi dalam menjalankan pemerintahan lebih mudah, contoh dalam pengambilan
keputusan seperti Rancangan Undang – Undang (RUU), kebijakan pemerintah dan
sebagainya sehingga “lobby politik” dapat berjalan dengan efisien dan cepat,
serta birokrasi yang terhambat akibat banyaknya partai politik yang ada pada
parlemen dapat dihindari.
Namun tentu saja hal tersebut tidak dapat diterima
oleh tim yang menolak adanya ambang batas ini, mereka menyatakan dalam hal
demokrasi yang dimana wakil rakyat dipilih langsung oleh rakyat maka secara
tidak langsung biar bagaimanpun yang terpilih itu merupakan pilihan rakyat yang
seharusnya mampu di akomodir kedalam pemerintahan. Konsep kedaulatan tertinggi
ditangan rakyat yang ada dalam konstitusi dapat tercederai dengan adanya ambang
batas yang membuat calon pilihan rakyat tidak bisa mewakili ke parlemen dan
pada akhirnya hanya diisi oleh partai besar.
Haruslah dapat dilihat pula bahwa dampak lanjutan
dari kenaikan ambang batas yang pada nantinya akan menyebabkan banyak partai
kecil bergabung kedalam partai besar yang sarat akan oligarki politik. Hal ini
terjadi karena mereka tidak bisa bergabung kedalam parlemen.
Disisi lain, dampak lanjutan dari tetapnya ambang
batas atau bahkan lebih rendah, akan banyak perwakilan dari partai kecil di
parlemen yang membuat lobby politik berjalan lebih alot dan lama. Hal ini akan
menghambat keputusan pemerintah yang seharusnya dapat diambil dengan cepat,
efektif dan efisien.
0 Komentar