PENGATURAN MIRAS DI INDONESIA
Pada hakekatnya setiap Warga Negara berhak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat. Jaminan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat ini telah secara tegas dinyatakan
dalam ketentuan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI 1945) yang berbunyi: ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Jaminan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat selain secara tegas dinyatakan
dalam batang tubuh UUD NRI 1945, juga telah sejalan dan searah dengan tujuan nasional bangsa
Indonesia, yang berbunyi:
- melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
- memajukan kesejahteraan umum;
- mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
- ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
Khusus mengenai tujuan yang kedua yaitu "memajukan kesejahteraan umum”, apabila tujuan
ini dikristalisasi, maka akan dapat dimaknai bahwa negara bertanggung jawab untuk meningkatkan
kesejahteraan, yang salah satunya adalah meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia.
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilaksanakan dan dipenuhi dengan menyelenggarakan
suatu pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, menyeluruh, terarah, dan terpadu yang
merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Pemerintah melalui
program pembangunan kesehatan memiliki tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan ini adalah melalui pengaturan,
pengendalian, dan pengawasan minuman beralkohol.
Secara umum, mengonsumsi minuman beralkohol bukan menjadi tradisi maupun kebiasaan
masyarakat Indonesia, terlebih karena dampaknya dari segi kesehatan dan sosial sangat merugikan.
Minuman beralkohol dari segi kesehatan dapat menimbulkan gangguan mental organik (GMO),
merusak saraf dan daya ingat, odema otak, sirosis hati, gangguan jantung, gastrinitas, dan paranoid.
Secara sosial pun, orang yang mabuk karena alkohol jika tidak terkontrol akan merusak tatanan sosial
masyarakat, menganggu ketertiban keamanan (memicu keributan dan kekerasan), bahkan sampai
menjurus tindak pidana kriminal berat.
Namun di sisi lain, di beberapa daerah tertentu di Indonesia, sebagian masyarakat dengan
beragam budaya dan adat istiadatnya mengonsumsi minuman beralkohol adalah hal biasa dalam
kehidupan sehari-hari. Minuman beralkohol ini yang oleh masyarakat setempat dikenal sebagai
minuman tradisional seringkali dikonsumsi sebagai bagian dari upacara dan ritual dalam adat budaya,
kebiasaan turun temurun, atau bahkan menjadi minuman utama untuk menjaga stamina.
Demikian juga di sebagian wilayah lain di Indonesia, minuman beralkohol tradisional ini juga
menjadi salah satu daya tarik wisata bagi wisatawan di kawasan pariwisata. Keberagaman sikap dan
penerimaan masyarakat Indonesia terhadap minuman beralkohol inilah yang menjadikan dasar bagi
beberapa Pemerintahan Daerah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) atau kebijakan yang bervariasi
kebijakannya. Ada Perda yang secara tegas melarang beredarnya minuman beralkohol di wilayahnya,
ada juga Perda yang sifatnya hanya mengendalikan peredaran minuman beralkohol, dan lain sebagainya
tergantung situasi dan kondisi wilayah serta karakteristik masyarakatnya.
Pengaturan mengenai minuman beralkohol saat ini telah diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, mulai dari tingkat undang-undang sampai pada tingkat peraturan daerah. Di
tingkat Undang-undang atau Peraturan Pemerintah, pengaturan minuman beralkohol memang tidak
disebutkan secara spesifik, yakni hanya dikategorikan sebagai “minuman” atau “pangan olahan”,
misalnya dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Pasal 111 dan 112),
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Pasal 86, 89, 90, 91, 97, 99, dan 104), dan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Untuk
peraturan di bawah Undang-Undang telah ada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor15/M-DAG/PER/3/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
43/M-DAG/PER/9/2009 tentang Ketentuan Pengadaan, Pengedaran, Penjualan, Pengawasan dan
Pengendalian Minuman Beralkohol, serta Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
71/MIND/PER/7/2012 tentang Pengendalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol (yang di
dalamnya juga mengatur mengenai minuman beralkohol tradisional). Pemerintah baik di tingkat pusat
maupun daerah sudah sepatutnya bertanggung jawab dalam menangani masalah minuman beralkohol.
Tanggungjawab Pemerintah seharusnya tidak hanya sekedar mengeluarkan peraturan dan kebijakan
atau melakukan pengawasan dan pengendalian atas peredaran minuman beralkohol, namun juga yang
tidak kalah penting adalah melakukan pengawasan sekaligus penegakan hukum (law enforcement)
secara tegas atas peraturan dan kebijakan yang telah dikeluarkan dan melakukan sosialisasi kepada
masyarakat mengenai dampak negatif mengonsumsi minuman beralkohol.
A. Landasan Filosofis
Tujuan pembentukan Negara dan Pemerintah Indonesia dapat dilihat dari pembukaan UUD
1945 alinea keempat yaitu bahwa untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
Konteks melindungi segenap bangsa Indonesia dalam pembukaan UUD 1945 dapat dimaknai
secara luas yaitu untuk memenuhi tujuan negara lainnya yaitu guna memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kesejahteraan umum tidak hanya mempunyai aspek lahiriah atau
pembangunan fisik semata tetapi juga aspek batiniah yaitu aspek kejiwaan manusianya, disamping pula
yang tidak kalah pentingnya yaitu aspek kognitif dalam bentuk kecerdasan. Hal ini disadari benar oleh
para perumus konstitusi dengan menuangkannya di dalam batang tubuh UUD NRI Tahun 1945 yaitu
Pasal 28H äyat (1) bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Pasal 28H dalam sistematika UUD NRI Tahun 1945 masuk ke dalam Bab XA tentang Hak Asasi
Manusia.Ini artinya bahwa hidup sejahtera lahir dan bathin, tempat tinggal serta lingkungan hidup yang
baik dan sehat merupakan kebutuhan manusia yang menjadi hak asasi yang harus dihormati dan
dipenuhi oleh Pemerintah Negara dalam konteks melindungi kehidupan segenap bangsa Indonesia.
Pemenuhan keseluruhan hak asasi manusia termasuk hak asasi untuk memperoleh hidup sejahtera lahir
dan bathin, tempat tinggal serta lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan Kewajiban Negara
dan tanggung jawab Pemerintah, sebagaimana tertuang dalam dalam Pasal 28I ayat (4) yang berbunyi:
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara,
terutama pemerintah.”
Untuk memastikan dilaksanakannya hak asasi warga Negara yang terdapat dalam Pasal 28I ayat
(4) oleh Pemerintah, maka dipandang perlu untuk membuat Undang-Undang tentang Larangan
Minuman Beralkohol. Disadari bersama bahwa produksi, distribusi, dan konsumsi minuman beralkohol
dari dan oleh sekelompok masyarakat tertentu tidak dapat sepenuhnya dilarang mengingat kondisi
kebhinekaan negara kita, namun begitu perlu pelarangan yang ketat (pengendalian) untuk mengurangi
dampak yang ditimbulkan dari minuman beralkohol, baik kepada lingkungan maupun kelompok
masyarakat lainnya. Kepentingan dan kebutuhan masyarakat akan hidup sejahtera lahir dan bathin,
tempat tinggal dan lingkungan yang baik dan sehat yang terbebas dari dampak negative minuman
beralkohol, perlu diakui, dijamin, dilindungi, dan diberi kepastian hokum melalui undang-undang
sebagai bentuk keadilan dan perlakukan yang sama di hadapan hokum yang diberikan oleh Negara,
sebagaimana termaktub dalam
Pasal 28D ayat (1) bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Oleh karena itu, demi
kepentingan bangsa yang lebih luas dan berjangka panjang serta didasari oleh pengetahuan bersama
bahwa minuman beralkohol pada dasarnya merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan
penghidupan masyarakat.
B. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan
yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin
kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Landasan yuridis juga merupakan suatu tinjauan substansi terhadap suatu Undang-Undang
yang ada kaitannya dengan Naskah Akademik dengan memperhatikan hierarki peraturan perundangundangan dengan puncaknya pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di dalam Konstitusi,
Setiap orang berhak mendapat perlindungan dan jaminan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, minuman beralkohol merupakan
minuman yang dapat membahayakan kesehatan bagi orang yang mengkonsumsinya dan dapat
mengganggu ketertiban masyarakat sehingga setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan dari
dampak negatif yang dapat ditimbulkannya.
- a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang tersebut mengatur ketentuan mengenai minuman beralkohol dalam
Pasal 160. Ketentuan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) tersebut menjelaskan bahwa Pemerintah,
pemedaerah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk melakukan komunikasi,
informasi, dan edukasi yang benar tentang faktor risiko penyakit tidak menular yang mencakup
seluruh fase kehidupan. Faktor risiko tersebut antara lain meliputi diet tidak seimbang, kurang
aktivitas fisik, merokok, mengkonsumsi alkohol, dan perilaku berlalu lintas yang tidak benar.
Undang-Undang tentang Kesehatan juga telah mengatur ketentuan tentang standar dan/atau
persyaratan makanan dan minuman bagi masyarakat sebagaimana tercantum didalam Pasal 111
dan Pasal 112 yang mengatur bahwa makanan dan minuman yang dipergunakan untuk
masyarakat harus berdasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan. Selain itu,
makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- b) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Dalam undang-undang tersebut antara lain mengatur mengenai standard keamanan dan
mutu pangan, dimana didalamnya mengatur terhadap setiap orang yang memproduksi dan
memperdagangkan Pangan wajib memenuhi standar keamanan pangan (sebagaimana tecantum
dalam Pasal 1 angka 5 bahwa keamanan Pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi), dan mutu
pangan, yang pemenuhan standarnya dilakukan melalui penerapan sistem jaminan keamanan
pangan dan mutu pangan. Untuk mengatasi dampak negatif terhadap minuman beralkohol
peranan negara dalam menciptakan lingkungan yang bersih dari penyalahgunaan alkohol
menjadi sangat vital. Bentuk peraturan dan regulasi tentang minuman beralkohol, serta
pelaksanaan yang tegas, menjadi kunci utama penanganan masalah alkohol ini. Pengaturan
yang berkaitan dengan larangan terhadap minuman beralkohol masih tersebar di banyak
peraturan perundang-undangan dan masih bersifat sektoral, dan parsial. Belum adanya Undangundang yang secara khusus mengatur mengenai minuman beralkohol mengakibatkan lemahnya
aturan di tingkat pelaksanaanya, sehingga diperlukan pengaturan yang komprehensif dalam
suatu Undang-Undang.
- c) Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian
Minuman Beralkohol
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan minuman beralkohol ini adalah:
“Minuman yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan
cara fermentasi atau fermentasi yang dilanjutkan dengan penyulingan sesuai keperluan, baik
dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau
tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan alkohol atau dengan
cara pengenceran minuman beralkohol, sehingga produk akhirnya berbentuk cairan yang
mengandung etanol”.
Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Minuman beralkohol dikelompokkan sebagai berikut:
- Minuman beralkohol golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol
(C2H5OH) 1% (satu perseratus) sampai dengan 5% (lima perseratus);
- Minuman beralkohol golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol
(C2H5OH) lebih dari 5% (lima perseratus) sampai dengan 20% (dua puluh perseratus);
- Minuman beralkohol golongan D adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol
(C2H5OH) lebih dari 20% (dua puluh perseratus) sampai dengan 55% (lima puluh lima
perseratus). Sedangkan untuk minuman beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih
dari 2,5% (dua setengah perseratus) sampai dengan 55% (lima puluh lima perseratus)
adalah kelompok minuman beralkohol yang produksi, peredaran dan penjualannya
ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan.
Terkait dengan produksi minuman beralkohol di dalam negeri hanya dapat
diselenggarakan berdasarkan izin Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Sedangkan untuk
peredarannya dilakukan hotel, bar, restoran dan di tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendengar pertimbangan Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II. Tempat tertentu lainnya tersebut dilarang berdekatan dengan tempat
peribadatan, sekolah, rumah sakit, atau lokasi tertentu lainnya yang dilarang oleh Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I setelah mendengar pertimbangan Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II dan selain itu dilarang mengedarkan dan/atau menjual minuman beralkohol
kepada yang belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun. Selanjutnya untuk minuman beralkohol
secara tradisional dilarang diproduksi, kecuali untuk keperluan masyarakat sesuai kebiasaan
dan adat setempat berdasarkan izin Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
- d) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1995.
Disebutkan bahwa cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang antara lain
terdiri dari:
- etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses
pembuatannya; dan
- minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak
mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat
yang mengandung etilalkohol.
Selanjutnya dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 disebutkan bahwa:
“Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai terhadap minuman yang mengandung etil
alkohol hasil peragian atau penyulingan yang dibuat oleh rakyat di Indonesia secara
sederhana, semata-mata untuk mata pencaharian dan tidak dikemas untuk penjualan eceran”.
Selanjutnya dalam Pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang akan
menjalankan kegiatan sebagai:
(a) pengusaha pabrik;
(b) pengusaha tempat penyimpanan;
(c) importir barang kena cukai;
(d) penyalur; atau
(e) pengusaha tempat penjualan eceran,wajib memiliki izin berupa Nomor Pokok
Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dari Menteri.
Kewajiban memiliki izin untuk menjalankan kegiatan sebagai penyalur dan pengusaha
tempat penjualan eceran berlaku untuk etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol
(MMEA).
Dalam Pasal 50 mengatur bahwa bagi setiap orang yang tanpa memiliki izin berupa
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) menjalankan kegiatan pabrik, tempat
penyimpanan, atau mengimpor barang kena cukai dengan maksud mengelakkan pembayaran
cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh)
kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
- e) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Ketentuan dalam KUHP yang berkaitan dengan minuman alcohol sebagai berikut:
- Pasal 300 KUHP yang menyebutkan bahwa:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling
banyak empat ribu
lima ratus rupiah:
a. Barang siapa dengan sengaja menjual atau memberikan minuman
yang memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk;
b. Barang siapa dengan sengaja membikin mabuk seorang anak yang
umurnya belum cukup enam belas tahun;
c. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
orang untuk minum minuman yang memabukkan.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(4) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencariannya, dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian itu.
2. Pasal 492 ayat (1) yang menyebutkan bahwa:
“Barang siapa dalam keadaan mabuk di muka umum merintangi lalu lintas, atau
mengganggu ketertiban, atau mengancam keamanan orang lain, atau melakukan
sesuatu yang harus dilakukan dengan hati-hati atau dengan mengadakan tindakan
penjagaan tertentu lebih dahulu agar jangan membahayakan nyawa atau kesehatan
orang lain, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari, atau pidana
denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah”.
3. Pasal 536 ayat (1) yang menyebutkan bahwa:
“Barang siapa terang dalam keadaan mabuk berada di jalan umum, diancam dengan
pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah.”
4. Pasal 537 yang menyebutkan bahwa:
“Barang siapa di luar kantin tentara menjual atau memberikan minuman keras atau
arak kepada anggota Angkatan Bersenjata di bawah pangkat letnan atau kepada
istrinya, anak atau pelayan, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga
minggu atau pidana denda paling tinggi seribu lima ratus rupiah.”
Dari bebeberapa peraturan yang telah ada tersebut sifatnya sektoral dan belum
komprehensif, sehingga dalam pelaksanaannya menimbulkan kendala dalam pelarangan dan
pengawasan. Oleh karena itu, untuk terwujudnya pengaturan dan larangan minuman beralkohol
yang komprehensif perlu diatur melalui undang-undang.
C. Landasan Sosiologis
Mengkonsumsi minuman beralkohol kini seperti menjadi bagian gaya hidup dari
sebagian masyarakat Indonesia. Berawal dari sekedar coba-coba, banyak yang kemudian
akhirnya ketagihan dengan jenis minuman yang satu ini. Minuman beralkohol memiliki kadar
yang berbeda-beda. Misalnya, bir dan soda alkohol (1-7 % alkohol), anggur (10-15 % alkohol),
dan minuman keras atau biasa disebut dengan spirit (35-55 % alkohol). Konsentrasi alkohol
dalam darah dicapai dalam 30-90 menit setelah diminum.
Selama ini dampak negatif dari konsumsi alkohol berlebih yang paling banyak
diketahui orang adalah mabuk semata, dan itupun dapat hilang dengan sendirinya. Tapi ternyata
efek negatifnya tidak berhenti sampai disitu saja. Bukan hanya menyebabkan mabuk, namun
alkohol juga memiliki dampak negatif lain bagi tubuh seperti merusak sistem metabolis tubuh
manusia yang kemudian menimbulkan ketagihan dan merusak sebagian unsur otak.
Mengkonsumsi alkohol tidak hanya berefek terhadap diri sendiri, tapi juga orang-orang
disekitarnya seperti anak-anak. Karenanya kekerasan rumah tangga seringkali terjadi pada
orang yang menyalahgunakan alkohol dan anak-anak mungkin menderita trauma jangka
panjang akibat kebiasaan minum orangtuanya tersebut. Dalam jangka pendek alkohol bisa
memberikan efek rileksasi, tapi tanpa disadari alkohol justru memberikan kontribusi terhadap
perkembangan depresi. Sekitar 40 persen peminum berat menunjukkan tanda-tanda depresi.
Semakin sering seseorang minum alkohol, maka semakin berkurang pemikirannya tentang
tanggung jawab termasuk pekerjaan. Hal ini akan menurunkan produktivitas bekerja dan
nantinya berujung pada pengangguran. Mengonsumsi alkohol bisa memicu terjadinya masalah
hukum, seperti ditangkap akibat perilaku tidak tertib atau mengemudi dibawah pengaruh
alkohol.
Orang mabuk karena alkohol itu jika tidak terkontrol ternyata banyak yang
menyebabkan masalah sosial dan kamtibmas. Orang mabuk cenderungnya memiliki emosi
yang tidak terkontrol. Perasaan pemabuk mudah tersinggung, kita sering mendengar dan
melihatnya pada konser-konser musik di saat mereka mabuk, tersenggol sedikit saja bisa
memicu keributan. Di bawah pengaruh alkohol, orang cenderung menjadi berani dan agresif,
bahkan tidak takut mati. Beberapa kekerasan masal terjadi karena sebelum mereka ricuh, rusuh
atau melakukan aksi brutal, mereka meneguk minuman beralkohol. Pemabuk menjadi kurang
memberi perhatian terhadap lingkungan terdekat dan sekitar, bakhan untuk dapat memperoleh
seteguk alkohol (kecanduan) dan bila tidak terkontrol akan memicu tindakan-tindakan nekad
yang melanggar norma-norma dan sikap moral yang lebih parah lagi akan dapat menimbulkan
tindakan pidana atau kriminal. Menimbulkan beban ekonomi yang tinggi bagi program
pencegahan, penegeakan hukum dan perawatan serta pemulihan pecandu minuman keras
(beralkohol).
Menimbulkan gangguan terhadap ketertiban, ketentraman, dan keamanan masyarakat.
Menghancurkan kualitas dan daya saing bangsa serta membunuh masa depan dan kejayaan
bangsa. Berkaitan dengan peningkatan tindak kejahatan termasuk kerusuhan,separatisme dan
terorisme. Tempat penjualan minuman beralkohol cukup mudah terjangkau termasuk oleh anak
remaja yang belum dewasa seperti di minimarket atau swalayan,sehingga banyak anak remaja
di bawah 21 tahun yang membeli minuman beralkohol tanpa memperdulikan lagi dampaknya
bagi kesehatan melainkan untuk pergaulan. Hal ini diperlukan pengaturan yang lebih lanjut
terutama agar pihak yang menjual minuman beralkohol tidak pada tempatnya atau kepada orang
yang belum dewasa dapat dikenakan sanksi yang lebih tepat sehingga menimbulkan efek jera.
Di sisi lain, penjualan minuman beralkohol saat ini cukup meningkat mengikuti pertumbuhan
industri pariwisata yang menjadikan konsumsi oleh wisatawan asing yang meningkat.
Seperti di Provinsi Bali sebagai salah satu daerah penghasil devisa terbesar, penjualan
food and beverages di Bali mencapai 7 Triliun Rupiah per tahunnya dan 30% berasal dari
penjualan minuman beralkohol. Keberadaan minuman beralkohol di Bali sudah menjadi bagian
penting dari pariwisata di Bali.31 Minuman beralkohol merupakan barang yang memiliki
dampak terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, karena Indonesia merupakan salah satu
penghasil minuman beralkohol dengan jenisjenis minuman beralkohol tradisionalnya seperti
Arak, Ciu, Tuak, hingga Cap Tikus. Bahan bakunya pun beragam, mulai dari beras, singkong,
aren/enau, siwalan/lontar, hingga beragam jenis buah. Fermentasi karbohidrat, menjadi unsur
utama dalam pembuatan minuman beralkohol nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Anwar. 2015. Teori dan Hukum Konstitusi. Malang : Setara
Press
Hamzah, M. Guntur. Putusan Landmark Mahkamah Konstitusi
2008-2013. Jakarta : Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi.
Soesilo, R. 1988. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Sukabumi : Politeia
Jurnal
:
Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi. 2009. Jurnal Konstitusi dalam Jurnal Konsitusi : Membangun
Konstitusionalitas Indonesia Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi Volume 6
Nomor 3. Jakarta : Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi.
Website
:
Quamila, Ajeng. 2021. "7 Bahaya Menenggak Banyak
Alkohol Dalam Waktu Singkat".
https://hellosehat.com/mental/kecanduan/pesta-miras-bahaya-mengonsumsi-banyak-alkohol/#gref.
Diakses pada 05 Maret 2021 pukul 20.13.
Polres Bangli. 2019. "Minuman Keras (Miras) Salah
Satu Penyebab Terjadinya Gangguan Keamanan.".
http://www.bali.polri.go.id/?q=node/785710. Diakses pada 05 Maret 2021 pukul
20.13.
Setiawan, Kodrat. 2021. "Investasi Miras Picu
Pro-Kontra". https://bisnis.tempo.co/read/1437459/investasi-miras-picu-pro-kontra.
Diakses pada 05 Maret 2021 pukul 20.13.
Dasar
Hukum :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan
dan Pengendalian Minuman Beralkohol
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai Dalam Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor15/M-DAG/PER/3/2015
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
43/M-DAG/PER/9/2009 tentang Ketentuan Pengadaan, Pengedaran, Penjualan,
Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 71/MIND/PER/7/2012
tentang Pengendalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol
0 Komentar