Ad Code

OBSTRUCTION OF JUSTICE DALAM KASUS FERDY SAMBO

 


        Semenjak viralnya kasus Ferdy Sambo, kita sebagai masayarakat menjadi familiar dengan istilah Obstruction of Justice. Hal ini lantaran istilah Obstruction of Justice banyak disebut dalam kasus ini. Berdasarkan laporan, diketahui ada tujuh personel polisi yang ditetapkan menjadi tersangka Obstruction of Justice terkait pembunuhan alm. Brigadir Yoshua Hutabarat. Jadi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Obstruction of Justice? Obstruction of Justice adalah suatu tindakan yang menghalang-halangi atau menghambat proses hukum suatu perkara. Hal terkait pengaturan Obstruction of Justice ini diatur di dalam : 
● Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 
● Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 
●Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-Undang ITE (apabila berhubungan dengan sistem informasi elektronik) 

Pasal 221 KUHP, berbunyi : (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 

 1. barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh penjahat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian; 

 2. barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian. 

 (2) Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya. Sementara apabila kasus tersebut melibatkan tindak pidana korupsi, maka berlaku pula Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”. 

Sebuah perbuatan dapat dinyatakan menghalangi proses hukum atau Obstruction of Justice apabila memenuhi unsur : 
1) Tindakan menyebabkan tertundanya proses hukum (pending judicial proceedings) 
2) Pelaku mengetahui tindakannya/menyadari perbuatannya (knowledge of pending proceedings
3) Pelaku melakukan atau mencoba tindakan menyimpang yang bertujuan untuk menganggu atau mengintervensi proses atau administrasi hukum (acting corruptly with intent

Nah dalam kasus Ferdy Sambo sendiri, Obstruction of Justice ditemukan dalam : 
👀 Perusakan Tempat Kejadian Perkara dengan menghilangkan barang bukti 
 Merekayasa kronologis kejadian yang sebenarnya 
 Peti Jenazah Alm. Brigadir Yoshua Hutabarat yang tidak boleh dibuka 

Bahkan, dalam kasus ini para pelaku Obstruction of Justice juga dapat terjerat Pasal 32 dan Pasal 33 UU ITE, hal itu karena : 
 - Adanya pihak yang melakukan pergantian DVR CCTV 
- Pemindahan transmisi dan perusakan DVR CCTV 
- Adanya instruksi untuk memindah kan DVR CCTV dan lain-lain. 

Pasal 32 ayat (1) UU ITE menyebutkan, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.” 

Pasal 32 ayat (2) “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.” 

Pasal 32 ayat (3) “Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.” 

Pasal 33 berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.”


Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu