Indonesia merupakan negara hukum yang mengedepankan demokrasi, tidak terasa sebentar lagi, Bangsa Indonesia akan dihadapkan dengan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada tahun 2024 nanti. Penyelenggaraan pemilu di Indonesia menggunakan sistem demokrasi. Sistem demokrasi yang berlaku di Indonesia saat ini adalah demokrasi pancasila. Hal ini dapat terlihat melalui salah satu ciri negara demokrasi yaitu kedaulatan yang berada ditangan rakyat sehingga pelaksanaannya berdasarkan pada musyawarah untuk mufakat dengan tujuan kesejahteraan rakyat itu sendiri, pelaksanaan sistem demokrasi ini harus sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, dalam pemilu maka untuk menentukan siapa yang akan menjabat berikutnya ditentukan oleh rakyat Indonesia sendiri melalui jumlah pemilih terbanyak (voting) yang mana terhadap rakyat yang sudah memiliki Kartu Tanda Penduduk diwajibkan untuk memberikan suaranya kepada salah satu calon atau pasangan calon yang dipercayai.
Namun, dalam
kenyataan yang dihadapi, ternyata tidaklah sesederhana itu. Pemilu di
Indonesia dapat dikatakan gagal, karena ditemukannya permainan kotor yang
terjadi dibelakang layar. Permainan kotor ini disebut dengan politik uang (Money Politic). Politik Uang merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pasangan calon atau
pihak kubu atau tim sukses pasangan calon untuk mempengaruhi masyarakat agar
memilih mereka dengan imbalan yang diterima bisa berupa uang maupun barang
yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sehingga sudah tidak
menjadi hal yang rahasia lagi, praktek ini telah mendarah daging bahkan sudah
tidak familiar karena sudah membudaya bagi rakyat Indonesia. Politik uang
ini merupakan fenomena yang menghancurkan subtansi demokrasi yang menjadi
cita-cita dari adanya sistem demokrasi itu sendiri.
Berdasarkan
data yang ditemukan, menurut Burhanuddin dkk, (2019), jumlah pemilih yang
terlibat politik uang dalam Pemilu pada tahun 2019 berada dikisaran 19,4%
sampai dengan 33,1%. Jumlah persentase politik uang ini sangat tinggi menurut
standar internasional, hasil tersebut bahkan menempatkan Indonesia sebagai
negara dengan peringkat politik uang terbesar nomor tiga sedunia. Kemudian,
data Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) terkait
kasus politik uang pada penyelenggaraan Pemilu pada tahun 2019 yang putus di
pengadilan yakni sebanyak 67 kasus politik uang yang terjerat Pasal di
UndangUndang Pemilu. 33 Kasus tersebut merupakan pelanggaran terhadap Pasal
523 ayat (1), 27 kasus merupakan pelanggaran Pasal 523 ayat (2), dan 7 kasus
merupakan pelanggaran terhadap Pasal 523 ayat (3).
Data ini menunjukkan bahwa politik uang menjadi salah satu tantangan besar
bagi Bangsa Indonesia. Dengan banyaknya kasus yang melanggar Pasal 523 ayat
(1), (2), dan (3) seperti yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa peristiwa
tersebut termasuk pada tindak pidana korupsi, yaitu tindakan suap menyuap.
Berdasarkan definisinya suapmenyuap merupakan tindakan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
oranglain dengan maksud agar urusan dan keinginannya dapat terpenuhi, walau
melanggar prosedur. Suap-menyuap ini terjadi apabila ada transaksi atau
kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini memiliki kesuaian dengan bunyi
dari Pasal 523 ayat (1) dan (2) tersebut yaitu “Setiap Pelaksana, peserta,
dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan
uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara
langsung ataupun tidak langsung…”
Upaya yang wajib untuk dilakukan pemerintah adalah memperketat pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu dengan meningkatkan kinerja Bawaslu sebagai lembaga yang diberikan fungsi salah satunya adalah melakukan pencegahan pelanggaran untuk memaksimalkan strategi pencegahan permainan kotor politik uang yang terjadi tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan Bawaslu adalah dengan mengirimkan detektif untuk bergabung dalam setiap kampanye atau sosialisasi yang dilakukan oleh masing-masing pihak pasangan calon.
Upaya yang wajib untuk dilakukan pemerintah adalah memperketat pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu dengan meningkatkan kinerja Bawaslu sebagai lembaga yang diberikan fungsi salah satunya adalah melakukan pencegahan pelanggaran untuk memaksimalkan strategi pencegahan permainan kotor politik uang yang terjadi tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan Bawaslu adalah dengan mengirimkan detektif untuk bergabung dalam setiap kampanye atau sosialisasi yang dilakukan oleh masing-masing pihak pasangan calon.
Selanjutnya, sebelum terselenggaranya Pemilu
pada tahun 2024 nanti, pemerintah melakukan kegiatan untuk mencerdaskan
masyarakat dengan memberikan sosialisasi secara menyeluruh kepada masyarakat
di setiap wilayah Indonesia, agar masyarakat paham bahwa tindakan menerima
suap itu termasuk perbuatan yang salah dan melanggar hukum. Pemerintah juga
sebaiknya memperketat peraturan perundang-undangan agar penerima imbalan akan
dikenakan sanksi, sehingga masyarakat tidak mudah lagi menerima janji-janji
manis para pelaku politik uang tersebut.
Perlu dipahami lagi
bahwa politik uang merupakan racun demokrasi yang akan merusak sistem
demokrasi di Indonesia apabila terus berkembang. Politik uang tidak hanya
merusak demokrasi akan tetapi bisa berimplikasi dengan lahirnya pemilu yang
jauh dari asas jujur dan adil seperti apa yang dicita-citakan. Apalagi praktek
politik uang ini termasuk pada tindak pidana korupsi karena adanya aktivitas
suap-menyuap

0 Komentar