Ad Code

SKANDAL TOM LEMBONG : Dari Tuduhan Hingga Pembebasan Presiden

Skandal Tom Lembong: Dari Tuduhan hingga Pembebasan Presiden


Ditulis oleh : Piska Mutiara
Nama Thomas Trikasih Lembong mencuat ke permukaan publik setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor gula yang terjadi pada tahun 2015 lalu. Kejaksaan Agung menyatakan bahwa Lembong mengeluarkan izin impor sekitar 105.000 ton gula tanpa prosedur yang semestinya, padahal saat itu produksi dalam negeri dalam kondisi surplus. Akibat keputusan tersebut, negara dirugikan hingga Rp 194–600 miliar .

Penyelidikan resmi dilakukan oleh Kejaksaan Agung mulai Oktober 2023, tepat setelah Lembong bergabung sebagai salah satu pendukung Anies Baswedan dalam pemilihan presiden 2024. Penetapan tersangka terjadi pada 29 Oktober 2024, menyiratkan keterkaitan politik yang kemudian memicu spekulasi kegunaan hukum sebagai alat balas dendam politik . Pada pertengahan Juli 2025, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis penjara 4,5 tahun dan denda Rp 750 juta (subsider 6 bulan) kepada Lembong. Mahkamah menyatakan bahwa Lembong bersalah karena menerbitkan izin impor tanpa konsultasi antar kementerian, dan kebijakan tersebut lebih menguntungkan kepentingan kapitalistik daripada kepentingan nasional—meski tidak ditemukan keuntungan pribadi yang diterimanya .

Respon publik serta komunitas investor asing cukup beragam. Beberapa pihak menyuarakan kekhawatiran bahwa vonis ini mencerminkan ketidakstabilan politik hukum dan berpotensi menimbulkan ketakutan di kalangan investor asing terhadap kapabilitas Indonesia sebagai destinasi investasi yang transparan dan legal .

Namun, dinamika politik mengambil peran baru pada awal Agustus 2025. Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 Tahun 2025 yang memberikan abolisi atau penghapusan seluruh proses hukum terhadap Tom Lembong—langkah yang membutuhkan persetujuan DPR RI, yang diterima pada 31 Juli 2025 .

Pembebasan secara resmi terjadi pada 1 Agustus 2025 malam ketika Lembong keluar dari Rutan Cipinang dan menyambut kebebasan dengan dukungan dari tokoh-tokoh politik, termasuk Anies Baswedan. Ia menyampaikan bahwa kebebasan ini semoga menjadi babak baru untuk memperjuangkan sistem hukum yang lebih adil dan transparan. Lembong menyatakan bahwa dirinya kembali tidak patah semangat, melainkan siap berkontribusi untuk perubahan positif .

Sementara itu, beberapa organisasi seperti PSHK menyuarakan kekhawatiran atas pemberian abolisi dan amnesti pada kasus-kasus korupsi berskor politik tinggi seperti Lembong dan Hasto Kristiyanto. Mereka menilai bahwa meski secara konstitusional sah—berdasarkan Pasal 14 ayat 2 UUD 1945 dan UU No. 22 Tahun 2002 tentang grasi, amnesti, dan abolisi—langkah ini dapat menciptakan preseden buruk dalam penegakan hukum. Kritik mereka menyoroti potensi erosi terhadap prinsip equality before the law dan independensi lembaga peradilan .

Secara keseluruhan, kasus Tom Lembong bukan hanya soal hukum dan politisasi atas keputusan impor gula, tetapi telah menjadi simbol antara dua pilihan: penggunaan kekuasaan hukum untuk keadilan, atau untuk kepentingan politik. Langkah abolition dari pemerintah menjadi titik kritis apakah Indonesia bergerak menuju rekonsiliasi nasional dan keseimbangan politik, atau justru menuju legitimasi intervensi politik dalam proses hukum. Kondisi ini nantinya akan diuji oleh langkah-langkah reformasi hukum yang dijanjikan ke depan. 

Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu