PENGEMBANGAN ENTREPRENEURSHIP
DI KAMPUNG ZAKAT PADA ERA OTONOMI DESA
(Studi Kasus Di Desa Sulung Kabupaten Sambas)
Oleh Aryanta Aji Saliro
NIM A1011171019
Email: Aryantaaji@gmail.com
PENDAHULUAN
Kampung zakat merupakan salah satu program yang dinaungi oleh Kementerian Agama dan Baznas serta Forum Zakat yang telah di resmikan diberbagai tempat di Indonesia. Hal ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memberdayakan ekonomi umat. Kabupaten Sambas sebagai salah satu daerah yang dijadikan pilot project atau proyek percontohan untuk tempat tersebut, tepatnya berada di Desa Sulung , Kecamatan Sejangkung1. Selanjutnya Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam juga menetapkan Desa Sulung sebagai proyek percontohan daerah Binaan Bimas Islam, yang mana ini merupakan program prioritas Ditjen Bimas Islam yang memfokuskan pada pengembangan program yang berinteraksi langsung kepada masyarakat.
Desa Sulung terdiri atas 2 (dua) dusun yaitu dusun madang dan dusun sebataan. Penduduk di Desa Sulung saat ini berjumlah 1.355 jiwa dan memiliki 366 Kartu Keluarga (KK)2. Desa yang sebagai pilot project ini merupakan upaya pemerintah dalam membangun negeri dari pinggiran. Ketika acara peresmian sebagai kampung zakat pada tanggal 2 November 2018, desa tersebut mendapat bantuan secara simbolis berupa 2 buah masjid dengan nilai nominal 100 juta rupiah, bantuan untuk 2 mushola dengan nilai nominal masing-masing 35 juta rupiah, bantuan BKMT sebesar 50 juta rupiah, bantuan BKPRMI sebesar 50 juta rupiah, 500 mushaf Alquran dan 200 juz amma. Tidak hanya itu ada bantuan
1 welsi, “Kemenag Lauching Kampung Zakat Di Sambas,” KANWIL KEMENAG KALBAR, 5 November 2018.
2 M. Amin Sekretaris Desa, wawancara Profil Desa Sulung, oktober 2019.
paket sembako, sarung, dan mukena, serta beberapa bantuan lainnya berupa buku- buku keagamaan3.
Bantuan-bantuan tersebut akan habis jika masyarakatnya berperilaku konsumtif, tentu bantuan-bantuan tersebut harus diolah menjadi sesuatu modal kegiatan pengembangan keahlian/kewirausahaan, guna meningkatkan perekonomian masyarakat di Desa Sulung. Sebagai bagian dari sebuah desa, tentunya tidak terlepas dari regulasi mengenai otonomi daerah, banyak yang mengangkat mengenai persoalan di tingkat kabupaten/kota, tetapi masih sedikit yang mengangkat mengenai keterlibatan dan peran desa didalamnya. Padahal di dalam konstitusi UUD 1945 bahwa desa atau kesatuan masyarakat hukum adat atau dengan istilah lainnya diatur secara khusus. Peran desa tersebut bukan hanya sebagai bagian dari komunitas masyarakat Indonesia itu sendiri tetapi sebagai pintu terdekat dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Berdasarkan pernyataan diatas, penulis tertarik untuk mengemukakan ide- ide mengenai relevansi kerjasama kampung zakat dengan pemerintahan Desa Sulung terhadap pengembangan entrepreneurship guna meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Desa Sulung. Sehingga tujuan dari terselenggaranya kampung zakat yakni untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki tingkat kesejahteraan lebih baik dan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar zakat dapat tercapai.
ISI PEMBAHASAN
Desa Sulung adalah salah satu dari tujuh desa di Indonesia yang dipilih menjadi kampung zakat. Kampung zakat merupakan program unggulan Ditjen Bimas Islam melalui Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf yang diharapkan mampu mendorong sinergitas antara pemerintah selaku pemangku kebijakan dengan stakeholders zakat yang merupakan pemangku kepentingan. Dan untuk memajukan desa tersebut, dari segi ekonomi maupun pendidikan. Di Desa Sulung kebanyakan pemuda-pemudinya bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) diluar negeri daripada memilih untuk melanjutkan pendidikannya.
3 Agustina Pj. Kepala Desa Sulung, Wawancara terkait bantuan kepada kampung zakat, Oktober 2019.
Berdasarkan hasil observasi penulis, ibu Agustina selaku Pj. Kepala Desa Sulung, mengutarakan bahwa program kerja yang sudah dilaksanakan oleh kampung zakat yaitu pembangunan masjid dan surau4. Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan bapak Sanusi selaku Ketua Amil Zakat, beliau mengatakan bahwa zakat fitrah yang terkumpul sebanyak 875 Kg per tahun, yang diberikan kepada mualaf, orang-orang tidak mampu, guru mengaji. Sedangkan untuk zakat mal itu sendiri masih belum ada, dikarenakan perekonomian masyarakat Desa Sulung yang kurang baik dan sebagian besar masyarakat setempat bekerja sebagai petani karet dan lada hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya saja5. Dari hasil observasi dan wawancara tersebut diatas, bahwa eksistensi program kampung zakat selama 1 tahun ini masih belum memberikan dampak kemandirian bagi masyarakat, hal itu juga diungkapkan oleh ibu agustina selaku Pj. Kepala desa sulung dan bapak sanusi selaku ketua amil zakat bahwa faktor penghambat untuk melakukan program kemandirian bagi masyarakat dalam bentuk kewirausahaan yakni belum adanya tindakan pemerintah daerah untuk membantu pembesaran jalan, bantuan peternakan, bantuan petani kopi, bantuan bibit tanaman, yang merupakan janji dari pemerintah daerah untuk merealisasikannya.
Program Kementerian Agama dan Baznas serta Forum Zakat mengenai kampung zakat di Desa Sulung sebetulnya membuka peluang yang sangat luas bagi masyarakat Desa Sulung, sebab pemerintah dan DPR telah menerbitkan regulasi khusus yang mengatur tentang Desa melalui undang-undang No.6 Tahun 2014 tentang desa.
Lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa diharapkan membawa sejumlah perubahan mendasar terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa. Selain itu, UU tentang desa memunculkan ide kebijakan yang mengatur besaran dana bagi desa dalam jumlah 1 Miliar untuk 1 desa. Sebagai akibat dari diundangkannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa, maka desa turut memiliki sejumlah kewenangan yang formal, berperan dan berkedudukan sebagai legal
4 Pj. Kepala Desa Sulung.
5 Sanusi Ketua Amil Zakat, Wawancara terkait Zakat Di Desa Sulung, Oktober 2019.
entity (subjek hukum) dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem pemerintahan yang resmi.
Pasal 67 Ayat (2) UU No. 6 tahun 2014 tentang desa menyebutkan bahwa :
Desa berkewajiban:
a. Melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan republik Indonesia;
b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa;
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. Mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa; dan
e. Memberikan dan meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat desa6.
Berdasarkan pada Pasal 67 Ayat (2) huruf d, yakni mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa, membuka ruang kepada pemerintahan desa untuk menyalurkan bantuan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memandirikan kampung zakat, sehingga timbal baliknya ketika masyarakat sudah mandiri dengan kewirausahaannya, maka kemampuan untuk berzakat mal perlahan meningkat.
Pemeritahan desa dalam memberikan bantuan kepada masyarakat desa khususnya pada kerangka kampung zakat tentunya harus pada landasan hukum. Penulis mencoba untuk mengemukakan landasan hukum mengenai pengembangan pemberdayaan masyarakat desa. Menurut Pasal 1 angka 12, UU No. 6 tahun 2014 tentang desa, pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa7.
Pada konteks program Kampung Zakat yang berada di Desa Sulung, pemerintahan desa seharusnya melakukan tindakan kerjasama antara
6 “Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa” (t.t.), Pasal 67 Ayat (2).
7 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 1 Angka 12.
Pemerintahan Desa Sulung dengan pihak ketiga yaitu dengan pengurus Kampung Zakat. Hal ini sudah diatur didalam Pasal 93 Ayat (1) dan Ayat (2) UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa :
“Pasal 93 Ayat (1) : kerja sama desa dengan pihak ketiga dilakukan untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa; Ayat (2) : kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa”8.
Kerja sama antara pihak pengurus kampung zakat dengan Pemerintahan Desa bisa dilakukan dalam bentuk kegiatan pelatihan kewirausahaan dan kegiatan praktek kewirausahaan yang termuat dalam wadah labolatorium kewirausahaan Desa Sulung. Labolatorium kewirausahaan itu sebagai tempat masyarakat untuk melakukan usaha, misalkan beternak ayam, lele, tanaman jagung, tanaman sawi. Tujuan dari adanya labolatorium kewirausahaan itu untuk penghasilan masyarakat desa sulung jangka bulanan. Artinya, masyarakat desa sulung memiliki penghasilan perbulan nya disamping penghasilan jangka tahunan seperti panen padi, panen kopi, panen lada.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perlu adanya kebijakan Pemerintahan desa untuk melakukan kerjasama dengan pengurus Program Kampung Zakat untuk membentuk labolatorium kewirausahaan guna mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa yang mandiri, dengan memiliki penghasilan bulanan dan penghasilan tahunan. Sehingga nantinya akan sejalan dengan program Kampung zakat yang salah satunya meningkatkan perekonomian masyarakat, memutus mata rantai kemiskinan, dan kesadaran masyarakat untuk membayar zakat mal.
8 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 93 Ayat (1) dan Ayat (2).
DAFTAR PUSTAKA
Ketua Amil Zakat, Sanusi. Wawancara terkait Zakat Di Desa Sulung, Oktober 2019.
Pj. Kepala Desa Sulung, Agustina. Wawancara terkait bantuan kepada kampung zakat, Oktober 2019.
Sekretaris Desa, M. Amin. wawancara Profil Desa Sulung, oktober 2019. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (t.t.).
welsi. “Kemenag Lauching Kampung Zakat Di Sambas.” KANWIL KEMENAG KALBAR, 5 November 2018.
KETERANGAN : Esai ini pernah diikutsertakan dalam Lomba ZAKAT GOES TO CAMPUS FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS TANJUNGPURA 2019 yang dilaksanakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura, dan berhasil meraih juara 1.
0 Komentar