Ad Code

Pengendara Mobil Di Pontianak Tewas Akibat Penyalahan Protap Pembersihan Senjata Api (senpi) oleh Polisi

 


 

"Kurang Hati-Hati Dapat Berujung Bui, Perlukah #ReformasiPolri ?"

Latar Belakang

    Peluru nyasar yang menewaskan pengendara mobil di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) yang berasal dari pistol milik polantas bernama Frenky Barpaung. Seorang warga yang tengah melintas di simpang empat Jalan Garuda Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu siang (2/11/2022) tewas setelah tertembak peluru nyasar milik senjata salah satu anggota polantas tersebut. M Soewardi, pria di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), tewas akibat terkena peluru nyasar dari pistol Bripka Frangki, anggota Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pontianak saat sedang membersihkan senjata api miliknya. Insiden itu terjadi di perempatan Tanjungpura, Pontianak, Rabu (2/1/2022), sekitar pukul 11.30 WIB.

Kronologi

Detik-detik sebelum kejadian:

1.     Frenky dan rekannya, Dika baru saja menjalankan tugasnya sebagai polantas di persimpangan lampu merah di Jalan Tanjung Pura, Pontianak, sekitar pukul 11.30 Wita, Rabu (2/11/2022).

2.     Frengky dan Dika lalu menuju ke pos polisi untuk beristirahat.

3.     Setelah istirahat yang bersangkutan Frengky berusaha membersihkan senjata dan memang sudah disiapkan alat-alat untuk memberikan senjata di kantongnya dengan alasan karena sebelumnya kehujanan. Frengky takut senjatanya jadi karatan.

4.     Saat membersihkan senjatanya, terjadi sebuah letusan. Selanjutnya letusan itu menyebabkan sebuah triplek, kaca hingga kendaraan korban tertembus peluru. Saat itu, Frengky tak langsung menyadari apa yang terjadi.

5.     Frengky baru menyadari saat kondisi traffic lights berubah dari warna merah menjadi hijau. Sudah banyak kendaraan yang membunyikan klakson karena kendaraan korban tak kunjung bergerak.

6.     Setelah Frengky mengetahui itu langsung si korban dibawa ke rumah sakit Bhayangkara dan ternyata sudah meninggal dunia.

 Kajian Yuridis

    Buntut dari peristiwa tersebut, Bripka Frangki terancam sanksi internal dan pidana. Pemberian sanksi internal akan diproses di Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Kalbar. Sedangkan, sanksi pidana di proses pada Direktorat Kriminal Umum Polda Kalbar. Bripka Frangki dijerat Pasal 359 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 5 tahun.

    Dari peristiwa tersebut menimbulkan pertanyaan dibenak kita yakni, Apabila sesorang aparat kepolisian melakukan tindakan pidana kelalaian yang menyebabkan kematian atau hanya luka-luka apakah dia diberikan sanksi pidana atau dianggap sebagai suatu diskresi?

    Dalam hukum pidana setiap orang yang melakukan tindak pidana dapat diberikan sanksi pidana, tidak tertutup kemungkinan bagi polisi yang melakukan tindak pidana yang karena tugas atau kelalaiannya mengakibatkan matinya seseorang atau lukanya seseorang (asas Equality before the law), walaupun polisi sebagai penegak hukum punya hak diskresi sepanjang dapat dibuktikan bahwa matinya orang tersebut akibat kelalaian dari polisi tersebut maka dapat diterapkan sanksi pidana, (karena sudah termasuk melampaui kewenangannya atau penyalahgunaan wewenang).

     Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kelalaian biasanya disebut juga dengan kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan. Hal ini dapat dilihat dalam, Pasal 359 KUHP: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.” Dalam hukum pidana kelalaian, kesalahan, kurang hati-hati atau kealpaan disebut culpa.

     Culpa adalah kesalahan pada umumnya yang mempunyai arti teknis, yaitu semacam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi. Tidak tertutup kemungkinan bagi seorang polisi yang melakukan kealpaan akan dijatuhi sanksi pidana.

     Terkait kemungkinan adanya diskresi penjelasannya sebagai berikut Indonesia mengakui adanya asas diskresi bagi suatu lembaga negara termasuk didalamnya lembaga kepolisian sebagaimana dimuat serta diatur dalam KUH Pidana dan dalam UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Indonesia (lihat pasal 16 ayat (1) dan (2) dan pasal 18 ayat (1) dan (2) Dapat kami jelaskan bahwa diskresi adalah kebijakan dari pejabat negara dari pusat sampai daerah yang intinya membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan yang melanggar dengan undang-undang, dengan tiga syarat. Yakni demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik.

    Diskresi Kepolisian pada dasarnya merupakan kewenangan kepolisian yang bersumber pada asas kewajiban umum Kepolisian, yaitu yaitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri , dalam rangka kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum. Diskresi Kepolisian di Indonesia secara yuridis diatur pada pasal 18 UU No 2 2002 yaitu “Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri “ , hal tersebut mengandung maksud bahwa seorang anggota Polri yang melaksanakan tugasnnya di tengah tengah masyarakat seorang diri, harus mampu mengambil keputusaan berdasarkan penilaiannya sendiri apabila terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila timbul bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum. Seorang pejabat Polisi dapat menerapkan diskresi dalam berbagai kejadian yang dihadapinya sehari-hari tetapi diskresi lebih difokuskan kepada penindakan selektif (Selective Enforcement) yaitu berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi apakah seorang pelanggar hukum akan ditindak atau tidak.

        Penggunaan asas diskresi memiliki kaitan yang erat dengan asas-asas yang lain yang digunakan dalam membuat keputusan yaitu : 1). Asas Yuridiktas yaitu setiap tindakan pejabat administrasi negara tidak boleh melanggar hukum (harus sesuai dengan keadilan dan kepatutan) 2). Asas Legalitas yaitu :Setiap tidakan pejabat administrasi negara harus ada dasar hukumnya dimana asas legalitas merupakan hal yang paling utama dalam setiap tidakan pemerintah. Jadi penggunaan asas diskresi oleh Polisi harus memperhatikan asas legalitas dan asas Yuridiktas.

Kesimpulan

        Kapolda Kalbar Irjen Pol Suryanbodo Asmoro menyampaikan permintaan maaf kepada pihak keluarga atas kejadian ini serta akan memproses pidana dan kode etik terhadap anggota yang bersalah. Suryanbodo juga menyampaikan permohonan maaf kepada pihak keluarga korban. Dia memastikan akan mengurus biaya rumah sakit hingga pemakaman korban. Atas kasus ini pelaku diancam PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) atas kelalaian pelaku hingga menyebabkan seseorang meninggal dunia.

Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu